Kamis, 04 Juni 2009

Kerajaan Safawi di Persia

Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, Kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, Kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Usmani.Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Usmani dan Mogul), Kerajaan Safawi menyatakan Syiah sebagai mazhab negara.Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Usmani. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya, Syekh Safiuddin ( 1252-1335 M).Syekh Safiudin berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Dari Iman Syiah yang keenam, Musa al Kazim. Syekh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid al Gilani. Safiuddin mendirikan Tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “ahli-ahli bidah” .Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud konretnya pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460 M). Salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaid kalah dan Koyunlu (domba putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di Istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.Pada tahun 1459 M Junaid mencoba merebut Sircassia, tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Syirwan. Oleh karena itu kepemimpinan gerakan Safawi baru dapat diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M.Kemenangan Alaq Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Alaq Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Safawi adalah sekutu Alaq Koyunlu.Alaq Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Syirwan sehingga pasukan Haidar kalan dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Pasukan yang dipersiapkan itu dinamai Qizilbasy (baret merah).Kondisi memprihatinkan ini baru dapat diatasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I naik tahta. Ia memerintah dari tahun 1588 sampai dengan 1628 M. langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam memulihkan Kerajaan Safawi adalah sebagai berikut:1. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizibasy atas Kerajaan Safawi dengan cara membentuk pasukan yang baru anggotanya yang terdiri atas budak-budak. Pasukan ini berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Tahmasp I.2. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik. Di bidang yang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu antara lain.
1. Bidang EkonomiStabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah Kepulauan Hurmuz dikuasai dan Pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antar Timur dan Barat yang biasa diperebutkan Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik Kerajaan Safawi.Disamping sektor perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent)
2. Bidang Ilmu PengetahuanDalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuwan ini terus berlanjut.
3. Bidang Pembangunan Fisik dan SeniPada penguasa kerajaan ini telah berhasil menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Di kota tersebut berdiri bangunan-bangunan besar lagi indah, seperti masjid-masjid, rumah sakit-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secara apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1.802 penginapan, dan 273 pemandian umu.Di bidang seni, kemajuan tampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat pada masjid Syah yang dibangun pada tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, serta benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur ke Tabriz. Pelukis itu bernama Bizhad.Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh kerajaan ini menjadi salah satu dari ketiga kerajaan besar Islam di masa klasik, kerajaan ini telah memberikan konstribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni, dan gedung-gedung bersejarah.


PENDAHULUAN
Sejak zaman Rasulullah SAW hingga sampai pada zaman sahabat, Islam mengalami kemajuan sangat pesat, banyak sekali peninggalan-peninggalan sejarah perdaban Islam yang masih berdiri, kokoh di berbagai negara Islam. Namun sangat disayangkan Islam yang dulunya sangat maju dan berkembang kemudian mengalami kemunduran, itu disebabkan kurangnya persatuan dari umat Islam sendiri.

KERAJAAN SAFAWI
Safawi adalah sebuah nama kerajaan Islam di Persia yang memerintah tahun 1501 – 1722, yang berhasil memajukan dunia Islam kembali dari kemunduran, kendatipun tidak setara dengan kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Umawiyah di spanyol dan Abbasiyah di Baghdad, khusus di bidang ilmu pengetahuan. Ia memberi ciri nasionalisme kepada bangsa Iran dengan identitas baru, yaitu aliran Syi'ah yang menjadi landasan bagi perkembangan nasionalisme Iran abad modern.

Sejarah safawi bermula dari perjuangan Safi al-Din Ishak al-ardabily (1252 – 1334) pendiri dan pemimpin tarekat Safawiyah. Dalam dekade 1301 – 1447 M gerakan Safawi bercorak murni keagamaan dengan tarekat Safawiyah sebagai sarananya. Jumlah pengikutnya semakin besar. Karena tidak mencampuri politik, gerakannya dapat berjalan dengan aman baik pada masa kekuasaan Ilkhan maupun pada masa penjarahan Timur Lenk.
Dalam dekade 1447 – 1501 M Safawi memasuki tahap gerakan politik, sama halnya dengan gerakan sanusiyah di Afrika Utara. Mahdiyah di Sudan dan Maturidiyah serta Naksyabandiyah di Rusia. Sebagai gerakan politik dimulai di bawah pimpinan Junaid ibnu Ali. Akibatnya, Safawi mulai terlibat konflik-konflik dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada di Persia waktu itu, misalnya konflik politik dengan kerajaan-kerajaan Koyonlo (domba hitam) yang bermazhab syi'ah dan dengan kerajaan ak-Koyonlo (domba putih) yang bermazhab Sunni di bawah kekuasaan Imperium Usmani. Karena kegiatan politiknya, Junaid mendapat tekanan berta dari Raja Kara Koyonlo di daerah Ardabil, sehingga ia terpaksa meninggalkan daerah tersebut dan meminta suaka politik dengan raja Ak-Koyonlo. Di antara kegiatan politik yang penting dilakukan Safawi dalam dekade ini adalah penyerangan militer guna mendapat wilayah untuk dijadikan sebagai basis gerakan dan mengadakan aliansi politik dengan Raja Ak-Koyonlo, Uzun Hasan. Walaupun sampai pada masa pimpinan Haidar Ibnu unaid, Safawi belum dapat mewujudkan cita-citanya, namun ia sempat memberikan suatu atribut kepada para pendukungnya dengan serba merah yang ebrumbai dua belas, sehingga mereka terkenal dengan sebutan Qizilbas (Kepala Merah). Rumbai dua belas yang melambang Syi'ah Isna 'Asyariyah (Dua Belas Imam) mempunyai pengaruh yang besar dalam menanamkan sifat fanatisme dan militansi para pengikut Syi'ah dengan pemimpinnya. Puncak gerakan Safawi terjadi pada masa pimpinan Ismail Ibnu Haidar, adik dari Ali Ibnu Haidar. Ia beruasaha memanfaatkan kedudukannya sebagai Mursyid untuk mengkonsolidasikan kekuatan politiknya. Secara sembunyi-sembunyi ia menjalin hubungan yang erat dengan seluruh pengikutnya.

Dalam waktu kurang lebih lima tahun, ia berhasil menghimpun kekuatan yang cukup besar. Setelah berhasil menaklukan Syirwan, ia bergerak menuju Ak-Koyonlo. Dalam suatu peperangan yang sengit di Sharur dekat Nackhchiwan tahun 1501 ia berhasil memenangkan peperangan dengan gemilang, sehingga pada tahun itu juga ia memasuki kota Tebrez seraya memproklamasikan berdirinya kerajaan Safawi dengan ia sendiri sebagai Syahnya yang pertama dan menetapkan Syi'ah Dua Belas sebagai agama resmi kerajaan Safawi. Dengan diproklamasikannya kerajaan Safawi sebagai kerajaan dan ditetapkan pula Syi'ah sebagai agama kerajaan maka merdekalah Persia dari pengaruh dari kerajaan Usmani dan kekuatan asing lainnya.
Kemajuan kerajaan safawi sudah dimulai sejak Syah Abbas yang Agung (1587 – 1629), Syah kelima dari kerajaan Safawi, baik di bidang politik, militer maupun ekonomi dan pembangunan, kecuali di bidang sains, teknologi, hukum dan filsafat yang kurang maju. Menjelang kehancurannya, kerajaan Safawi secara formal diperintah oleh empat orang Syah, yaitu Syah dari Safi Mirza (1629 – 1667 M), Syah Sulaiman (1667 – 1694 M), Syah Husain (1694 – 1722 M) sebagai raja terakhir. Dari keempat raja tersebut yang berhasil menahan kemerosotan kerajaan hanya Syah Abbas II, sedangkan ketiga Syah lainnya tidak berdaya.

Dinamika islam
Jika menengok sejarah agama-agama, dengan mudah akan dapat diketemukan fakta yang menunjukkan bahwa banyak agama mengalami persebaran hingga keluar jauh dari wilayah asal pertumbuhannya. Bahkan tak jarang, suatu agama justru dapat berkembang dengan jumlah pengikut yang lebih besar di wilayah lain di luar wilayah asalnya. Proses persebaran ini, seperti dituturkan Park dapat mengambil pola-pola sebagai berikut:
Pertama, ekspansi, baik melalui kontak langsung (contagious) maupun hirarkis (hierarchical); Kedua, pola relokasi. Bersamaan dengan aliran persebaran tersebut, terjadilah proses perubahan dari segi pemahaman maupun praktek yang menunjukkan perbedaan karena faktor lokalitas dan tokohnya. Artinya, banyak agama mengalami perubahan dari aslinya ketika berkembang di wilayah lain. Faktor budaya dan kebiasaan lokal kerap memberi pengaruh terhadap bentuk kepercayaan dan perilaku keberagamaan sehingga muncul fenomena aliran-aliran. Fenomena ini tak terkecuali berlangsung juga dalam tradisi dan komunitas muslim. Untuk memotret hal ini menarik dicermati ulasan Harun Nasution yang menyebutkan bahwa dinamika kesejarahan Islam secara garis besar dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) periode besar perkembangan: (1) klasik; (2) pertengahan; dan (3) modern.
Pada periode klasik (650-1250 M), Islam mengalami dua fase penting: (1) Fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Di fase inilah Islam di bawah kepemimpinan para khalifah mengalami perluasan pengaruh yang sangat signifikan, kearah Barat melalui Afrika Utara Islam mencapai Spanyol dan kearah Timur melalui Persia Islam sampai ke India. Masa ini juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan (di bidang agama maupun non agama) dan kebudayaan. Dalam bidang hukum dikenal para imam mazhab seperti Malik, Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ibn Hanbal. Di bidang teologi dikenal tokoh-tokoh seperti Abu Hasan al-Asy’ari, al-Maturidi, Wasil ibn Atha’ al-Mu’tazili, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Juba’i. Di bidang ketasawwufan dikenal Dzunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, al-Hallaj dan lainnya lagi. Sementara dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan kita mengenal al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Miskawaih, Ibn al-Haytsam, Ibn Hayyan, al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi; (2) Fase disintegrasi (1000-1250 M) yang ditandai dengan perpecahan dan kemunduran politik umat Islam hingga berpuncak pada terenggutnya Baghdad oleh bala tentara Hulagu di tahun 1258 M.
Periode pertengahan (1250-1800 M) dapat dibaca juga dalam dua fase penting: (1) Fase kemunduran (1250-1500 M) yang penuh diwarnai perselisihan yang terus meningkat dengan sentiman mazhabiyah (antara Sunni dan Syi’ah) maupun sentimen etnis (antara Arab dan Persia). Pada masa inilah dunia Islam terbelah yang kemudian diperparah dengan meluasnya pandangan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Sementara perhatian terhadap dunia ilmu pengetahuan melemah, kekuatan Kristen (dimana Perang Salib telah dimaklumatkan oleh Paus Urbanus II sejak dalam Konsili Clermont tahun 1095 M) justru kian menekan dunia Islam; (2) Fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M). Yang dimaksud disini adalah kerajaan Usmani (Ottoman Empire) di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Pada masa kejayaannya, masing-masing kerajaan ini memiliki keunggulan khas di bidang literatur dan arsitektur sebagaimana terlihat melalui keindahan masjid-masjid dan bangunan lainnya yang lahir ketika itu. Sedangkan perhatian pada riset ilmu pengetahuan masih terbilang sangat kurang sehingga turut memberi kontribusi pada menurunnya kekuatan militer sekaligus politik umat Islam. Sisi lain, dunia Kristen dengan kekayaan yang terus berlimpah yang diangkut dari Amerika dan Timur Jauh semakin maju baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan kekuatan militernya. Maka sejarah akhirnya mencatat, kerajaan Usmani terpukul kalah di wilayah Eropa, kerajaan Safawi terdesak oleh suku-suku Afghan, dan kerajaan Mughal kian mengkerut ditekan raja-raja India. Puncaknya, Mesir sebagai salah satu simbol dan pusat peradaban Islam ketika itu runtuh di bawah penaklukan Napoleon di tahun 1798 M.
Periode modern (1800 M dan seterusnya) dikenal sebagai era kebangkitan kembali umat Islam. Kekalahan demi kakalahan tampaknya mulai menyadarkan dunia Islam bahwa dunia Barat telah mengalami kemajuan sedemikian tinggi yang takkan mungkin terlawan dengan mengandalkan kekuatan di berbagai aspeknya yang berada dalam keadaan lemah ketika itu. Dari sinilah muncul ide-ide pembaharuan yang bermaksud merekonstruksi keadaan dan kualitas umat Islam sehingga memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi ekspansi militer, politik imperialis, dan juga peradaban kolonial Barat yang semakin massif.
Sejarah Kerajaan Safawi
Nama kerajaan di Persia (kini Iran), didirikan oleh Syah Isma’il Safawi (Isma’il I) pada tahun 907 H/1501 M di Tabriz. Kerjaan Safawi adalah salah satu dari tiga kejaan besar di dunia Islam pada abad pertengahan. Dua yang lainnya adalah kerjaan Usmani (Ottoman) di Turki dan Kerajaan Mogul di India. Kerajaan ini di sebelah barat berbaasan dengan kerjaan Usmani dan di sebelah timur berbatasan dengan India yang pada waktu itu berada dibawah pemerintahan Kerajaan Mogul.
Kerjaan Safawi menjadikan aliran Syiah sebagai mazhab resmi negara dan menjadikan persia pusat aliran ini. Sampai saat ini tanah Persia (Iran) merupakan pusat aliran Syiah. Nama kerajaan ini berasal dari seorang Sufi yang benama Syekh Safiuddin Ardabeli (1252-1334) dari ardabil di Azerbaijan. Ia belajar dari seorang sufi yang bernama Syekh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301) Dijilan dekat laut Kaspia. Syekh Syaiuddin di ambil menantu oleh gurunya dan setelah gurunya wafat ia menggantikan kedudukan gurunya sebagai guru tarikat.
Tarikat ini kemudian terkenal dengan tarikat Safawiyah yang berpusat di Ardabil. Syekh Safiuddin dikenal sebagai sufi yang besar dan dianggap keramat oleh para pengikutnya. Di bawah pimpinannya, tarikat ini berkembang menjadi gerakan keagamaan yang berpengaruh di Persia, Suriah, dan Anatolia, dan kemudian menjadi gerakan politik seperti halnya gerakan tarikat Sanusiah di Afrika Utara, tarikat Mahdiyah di Sudan, dan tarikat Muridiah serta tarikat Naksyabandiyah di Rusia. Jadi kerajaan Safawi adalah jelmaan dari tarikat Safawiyah yang di usakan oleh Isma’il Safawi dan para pendahulunya.
Mengenai asal-usul Syekh Syafiuddin ada dua pendapat. Pertama ia adalah keturunan Musa Al Kazib (Imam ke 7 Syiah 12), yang berarti keturunan Rasullullah saw dari Fatimah. Kedua, ia adalah keturunan penduduk asli Iran dari Kurdistan dan seorang Sunni Mazhab Syafi’I kemudian menggantinya yang kedua berubah menjadi penganut Syiah.
Menurut beberapa ahli sejarah (mis. Huser Muins, Alam al-Islam, Dar al Fikr, Mesir), fase pertama gerakan Safawiyah mempunyai dua corak, yaitu corak Sunni pada masa kepemimpinan Safiuddin (1301-1334) dan anaknya, Saruddin Musa (1334-1399) serta corak Syiah pada masa cucu Syafiuddin, Khawaja Ali (1399-1247), dan pada masa Ibrahim (1427-1447). Pada fase kedua gerakan Safawi berubah bentuk menjadi gerakan politik pada masa Ibrahim (1447-1460) yang ingin membentuk pemerintahan sendiri. Pada saat itu di Persia ada dua dinasti bansa Turki yang berkuasa, yaitu Dinasti Kara Koyunlu (1357-1468) yang dikenal sebagai Black Sheep (Domba Hitam) yang beraliran Syiah serata berkuasa di bagian timur, dan dinasti Ak Koyunlu yang terkenal dengan White Sheep (Domba Putih) yang beraliran Sunni yang berkuasa di bagian barat.
Kegiatan Politik Safawiyah yang mendapat tekanan dari Dinasti Kara Koyunlu memaksa Junaid meninggalkan Ardabil dan minta suaka Politik kepada raja Dinasti Ak Koyunlu yang bernama Uzun Hasan (memerintah 857-882 H/1453-1477 M). persahabatan keduanya menjadi akrab setelah Uzun Hasan mengawinkan adik perempuannya dengan Junaid. Selanjutnya, keduanya bersekutu menghapi Dinasti Kara Koyunlu. Namun, cita-citanya belum tercapai. Dia kemudian digantikan oleh putranya yaitu, Haidar (w. 1476). Tokoh ini memberikan atribut kepada para pengikutnya berupa serban merah yang berumbai dua belas yang di sebut Qizilbas (Kepala merah). Rumbai dua belas ini melambangkan Syiah Dua Belas dan berpengaruh menumbuhkan fanatisme dan militansi para pengikut Syiah. Tetapi perjuangan mereka ini baru berhasil pada masa pemerintahan Isma’il Syafawi, Putra Haidar. Selama 5 tahun (1494-1499) Isma’il dan para pengikutnya menghimpun kekuatan yang besar di Jilan untuk menaklukkan Ak Koyunlu yang telah berhasil bersekutu dengan Kakeknya, Junaid. Tetapi persekutuan ini pecah akibat persaingan politik. Ayahnya, Haidar, mati terbunuh dalam suatu pertempuran di Syirwan. Isma’il dan pasukan Qizilbasnya berhasil menaklukkan Syirwan, kemudian ia menuju ke wilayah Ak Koyunlu. Dalam suatu pertempuran yang sengit di Sharur dekat Nakchivan pada tahun 1501, Isma’il memenangkan pertempuran itu dengan gemilang dan berhasil memasuki Tabriz ibu kota Dinasti Ak Koyunlu. Pada tahun itu juga ia dirikan Kerajaan Safawi dan memproklamasikan dirinya sebagai raja, sebagai pimpinan Rohani, dengan kata lain pimpinan politik. Bahkan dirinya sendiri dianggap sebagai manifestasi Tuhan.
Diantara sultan-sultan besar dari kerajaan Safawi, selain dari Syah Isma’il Safawi (1501-1524), adalah Syah Tahmasp I (1524-1576) dan Syah Abbas (1585-1628), raja yang dianggap berjasa membawa Kerajaan Safawi mencapai puncak kemajuan dan kerajaan. Karena dengan kekuatan militernya kerajaan ini menguasai seluruh daerah dalam suatu pertempuran ia dapat menguasai Kepulauan Hormuz dari tangan orang Portugis dan nama pelabuhan orang Gumron diubah menjadi pelabuhan Bandar Abbas (sampai sekarang). Syah Abbas memindahkan ibu kota kerajaan dari Qizwan ke Isfahan. Setelah Syah Abbas, tidak ada lagi raja-raja Safawi yang kuat karena terjadinya perebutan kekuasaan sehingga kerajaan menjadi lemah, dan akhirnya kerajaan dapat dijatuhkan oleh Nadir Syah (1736-1747), kepala salah satu suku bangsa Turki yang terdapat di Persia.

Kemajuan Kerajaan Safawi
Kemajuan yang dicapai kerajaan safawi tidak hanya terbatas di bidang politik. Di bidang yang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu antara lain adalah sebagai berikut :
Bidang Ekonomi
Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara Timur dengan Barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi.
Di samping sector perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sector pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fortile Crescent).

Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuna. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majelis istana, yaitu Baha al-Din al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah-lebah. Dalam bidang ini, kerajaan Safawi mungkin dapat diakatakan lebih berhasil dari dau kerajaan besar Islam Lainnya pada masa yang sama.
Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Para penguasa kerajaan ini telah berhasil menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Di kota tersebut berdiri bangunan-bangunan besar lagi indah seperti mesjid-mesjid, rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa di atas Zenda Rud, dan istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secara apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 mesjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.
Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalamgaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat pada mesjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan mesjid Syekgh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat puladalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zamanTahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur ke Tabriz. Pelukis itu bernama Bizhad.
Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Safawi. Setelah itu, kerajaan ini mulai mengalami gerak menurun. Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Walaupun tidak setaraf dengan kemajuan Islam di masa klasik, kerajaan ini telah memberikan konstribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni, dan gedung-gedung bersejarah.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Agi kerajaan Usmani, berdirinya kerjaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsugn lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namu tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar Islam itu.
Penyebab lainnya adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi. Ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman, disamping pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya selama tujuh tahun tanpa sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga sultan Husein.
Penyebab penting lainnnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan kerena pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.
Tidak kalah penting dari sebab-sebab diatas adalah seringnya terjadi konflik internal dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluaraga istana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar